Membentuk Model Upaya Hukum Pajak yang sesuai dengan Prinsip Equality (kesamaan) dan Equity (keadilan)
Membentuk Model Upaya Hukum Pajak yang sesuai dengan Prinsip Equality (kesamaan) dan Equity (keadilan)
Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang berasal dari partisipasi masyarakat. Negara berwenang memungut pajak dari rakyatnya karena pajak digunakan sebagai sarana untuk mensejahterakan rakyat.Sistem pemungutan pajak yang dipakai saat ini adalah self assessment system yaitu sistem pemungutan yang memberi kepercayaan kepada wajib pajak untuk menghitung, melaporkan hutang pajaknya yang tertuang dalam Surat Pemberitahuan (SPT ), kemudian menyetor kewajiban perpajakannya. Pemberian kepercayaan yang besar kepada wajib pajak sudah sewajarnya diimbangi dengan instrumen pengawasan, untuk keperluan itu fiskus diberi kewenangan untuk melakukan pemeriksaan pajak. Apabila hasil pemeriksaan menunjukkan adanya perbedaan atau selisih, fiskus berwenang mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak (SKP ) yang berfungsi sebagai Surat Tagihan.Dalam praktek seringkali terjadi perbedaan perhitungan antara fiskus dengan wajib pajak, inilah salah satu sebab timbulnya sengketa pajak. Dalam kerangka negara hukum , dalam hal terjadi suatu sengketa pajak,wajib pajak berhak mendapat perlindungan hukum yang bertujuan menyelesaikan sengketa.Adapun jalur penyelesaian sengketa yang diberikan antara lain keberatan,banding, gugatan.
Sesuai dengan karakteristik pajak sebagai sumber utama pembiayaan bagi negara, pajak mempunyai peraturan yang spesifik, hal demikian terlihat dalam ketentuan yang mengatur penyelesaian sengketa pajak.Dalam wajib pajak mengajukan keberatan atas SKP, tetapi keberatan wajib pajak ditolak atau dikabulkan sebagian wajib pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 50 % dari 2 jumlah pajak berdasar keputusan keberatan ( Pasal 25 ayat ( 9 ) UU No.28 tahun 2007).Dalam hal wajib pajak mengajukan banding,apabila banding ditolak atau dikabulkan sebagian wajib pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 100 % dari putusan banding ( Pasal 27 ayat ( 5 d ) UU No.28 tahun 2007 ). Kedua sanksi ini sebelumnya tidak dikenal dalam undang-undang yang lama. Pengenaan sanksi administrasi yang begitu tinggi dalam keberatan dan banding dimaksudkan agar lembaga keberatan dan banding tidak dijadikan sebagai alasan penundaan pembayaran pajak. Disisi lain, apabila dilihat dari kepentingan wajib pajak sanksi tersebut tentunya sangat memberatkan, wajib pajak diberikan suatu akses untuk mencari keadilan tetapi disisi lain ada suatu ancaman berupa pengenaan sanksi yang tinggi, hal ini tentunya dapat mempengaruhi hasrat wajib pajak untuk mencari keadilan.
Selain dari prosedur penyelesaian sengketa pajak, spesifikasi lain terlihat dari mekanisme penyelesaian sengketa pajak. Ada dua model penyelesaian sengketa pajak, pertama, penyelesaian sengketa yang dilakukan oleh instansi administrasi yang masih termasuk pihak yang berperkara, kedua, penyelesaian sengketa yang dilakukan oleh instansi yang berdiri sendiri di luar pihak yang berperkara, yaitu Pengadilan Pajak. Upaya yang dapat dilakukan oleh wajib pajak untuk menyelesaikan sengketa melalui model pertama adalah upaya keberatan sedangkan dalam model kedua wajib pajak diberi kesempatan untuk mengajukan upaya banding dan gugatan.
Untuk lengkapnya dapat anda klik disini.
Sumber : eprints.undip.ac.id